SEJARAH KECAMATAN GUGUAK
Oleh : SAIFUL.SP
Carito Luhak Nan Bungsu -Kecamatan Guguak terletak di antara 0o derajat 360080 Lintang Utara dan 1000 derajat 390 030 Lintang Selatan, dengan luas wilayah 83,83 Km2 yang berarti 2,5 % dari luas Kabupaten Limapuluh Kota yang luasnya 3.354,30 Km2.
Nagari yang terluas adalah Nagari Kubang 32,2 Km2 (38,41 %), Nagari VII Koto Talago 25 Km2 (29,82%), Nagari GuguakVIII Koto 17,93 Km2 (21,39 %) dan Nagari Sungai Talang 8,7 Km2 (13,84%)
Batas Kecamatan sebagai berikut : Sebelah Utara Kecamatan Mungka, Selatan Kecamatan Payakumbuh dan Akabiluru, Timur Kecamatan Payakumbuh, Barat Kecamatan Suliki.
Topografi Kecamatan Guguak datar,berbukit dan bergelombang dengan ketinggian tempat terendah dari permukaan laut (dpl) adalah Simpang Kuranji Nagari Guguak VIII Koto (510 m dpl) dan tertingi di Bukit Pintu Angin Nagari Kubang (1025m dpl).
Kecamatan Guguak daratannya dialiri oleh Batang Sinamar dengan anak sungainya B. Nunang, B. Belubus. B.Pinamang yang telah dimanfaatkan oleh masyarakatnya sebagai sumber air irigasi, kolam dan Galian C.
Guguak Menurut Tambo
Dalam tambo diceritakan datang sebanyak 50 rombongan dari Pariangan Padang Panjang untuk mencari pemukiman baru di kaki Gunung Sago . Mereka berangkat dari Pariangan Padang Panjang, dalam perjalan rombongan menemui sebuah padang ribu-ribu yang luas dan memutuskan bermalam di situ karena hari telah senja. Perkiraan tempat itu sekitar pasar ternak sekarang perbatasan Piladang dan Situjuah .
Pagi esok harinya, di waktu rombongan akan berpencar mencari tempat yang baik untuk daerah pemukiman dan pertanian, diketahui telah berkurang lima rombongan. Setelah tanya-bertanya kemana perginya yang kurang itu, semua yang menjawab mengatakan : antahlah! Tempat itu sampai sekarang bernama Padang Siantah. Beberapa waktu kemudian baru diketahui, kelima rombongan yang antahlah! itu menuju daerah Bangkinang , Kuok, Air Tiris, Salo dan Rumbio.
Tiga Rombongan menuju kearah barat Dt. Perpatiah Nan Baringek , Dt. Bandaro Nan Hitam dan Dt. Rajo Mangkuto . Mereka menelusuri padang dan batang air yang berbelok-belok, disuatu tempat rombongan berhenti dan keluar dari batang air dilihat kaki telah pucat pasi semua karena lama terendam didalam air dan badan mengigil kedingin , salah seorang berkata “ lah pasi” (sudah pucat) maka batang air yang mereka lewati dinamakan “ Batang Lampasi”.
Di seberang batang Lampasi tersebut mereka melihat pohon yang sedang berbuah lebat yang baunya sangat sengit sekali yang menimbulkan selera untuk mencicipinya . Karena haus dan lapar selama perjalanan itu, timbullah niat mereka untuk memetik buah tersebut . Setelah di petik langsung dimakan. Alangkah kecewanya mereka buah yang baunya sengit tersebut terasa asam. Setelah dimakan seiris rasanya sangit, dimakan seiris lagi juga sangit, maklum buahnya masih muda. Tempat mereka singah tersebut mereka sebut Pauh Sangik. Dari Pauh Sangik rombongan meneruskan perjalanan ke arah barat. Di satu tempat mereka mendengarkan suara Siamang berbunyi. Tempat tersebut mereka beri nama dengan Siamang Babunyi atau sekarang dikenal dengan Siamang Bunyi. Dari Siamang Bunyi mereka meneruskan perjalanan menuju ke Koto Batuang (Limo Koto sekarang). Mereka sebut daerah ini dengan Koto Batuang, karena di tempat itu mereka menemui banyak sekali pohon batuang (bambu), karenanya mereka namakan tempat itu dengan Koto Batuang.
Di Koto Batuang nenek moyang menetap membuat pemukiman dan mereka berkembang sehingga Koto Batuang menjadi 5 (lima) buah kampung sebagai berikut; 1. Kampung Koto Batuang 2. Kampung Pasie 3. Kampung Jua 4. Kampung Belukar 5. Kampung Rumpuik Soruik. Kelima kampung ini sekarang dikenal dengan sebutan Limo Koto.
Nenek moyang mulai menatak dan meneruka hutan, tempat awal mereka menatak dan meneruka lahan untuk berladang dan bersawah diberi nama Taratak. Di waktu berada di Koto Batuang mereka melihat sebuah pohon yang rindang dan tinggi di kejauhan. Timbullah hasrat sebagian mereka untuk datang melihat batang pohon yang rindang itu. Keberangkatan ke tempat itu mereka sebut dengan pergi ke pohon. Tempat itu akhirnya mereka beri nama Kapohon. Dewasa ini kampung Kapohon itu, termasuk dua buah Kewalinagarian, yaitu Kewalinagarian Kubang dan Kewalinagarian VII Koto Talago. Karena itu kampung Kapohon ini, sesuai dengan status Dwi Kewalian ini diganti namanya menjadi Koto Syarikat.
Selama di Koto Batuang mereka mulai berkembang biak, karenanya mereka mulai pula mencari daerah pemukiman baru yang lebih baik, lebih luas dan lebih subur. Perpindahan mereka dari Koto Batuang ini terbagi atas 4 (empat) kelompok. Masing-masing kelompok pindah ke daerah yang berlainan sebagai berikut; 1. Kelompok pertama di bawah pimpinan Dt. Patiah Baringek Nan Bajambek pindah ke arah Timur. 2. Kelompok Kedua di bawah pimpinan Dt. Bandaro Nan Hitam, pindah ke daerah VII Koto Talago. 3. Kelompok Ketiga di bawah pimpinan Dt. Mangkuto Nan Lujua dan 4. Kelompok Keempat di bawah pimpinan Dt. Mangkuto Nan Panjang Lidah, pindah ke daerah VIII Koto Guguk.
Dt. Patiah Baringek Nan Bajambek menetap di daerah yang ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon. Salah satunya yang menonjol adalah pohon Kubang. Pohon kubang ini sangat besar, sehingga mereka dapat berteduh di bawahnya. Pada suatu ketika, karena batang kayu kubang ini besar dan telah dimakan usia, pohon kubang ini ruek (rebah, tumbang,). Kemudian untuk mengenang pohon kubang besar yang tumbang ini, daerah itu dinamakan dengan Kubang Ruek ( pohon kubang rabah) diperkirakan lokasinya dekat BKIA dahulu.
Dalam perkembangannya, daerah perkampungan yang pertama dibuat dinamakan dengan Taratak. Daerah perkampungan yang baru dibangun dinamakan dengan Koto Baru. Daerah perkampungan yang terletak di daerah persimpangan jalan dinamakan dengan Simpang. Daerah yang merupakan tanjuang ‘tanjung’ dan airnya mengalir barulak ‘berbalik’ ke arah hulu dinamakan dengan Tanjuang Barulak. Daerah dekat hutan rimba dan sering terdengar suara siamang berbunyi dinamakan dengan Siamang Bunyi.
Dengan berkembangnya penduduk , taratak telah dibuat dan berkembang menjadi kampuang, kampuang berkembang menjadi banja, banja berkembang menjadi 12 koto (Koto Kubang, Koto Baru, Koto Sarikat,. Koto Tanjuang Barulak , Koto Limo,KotoTaratak , Koto Siamang Bunyi, Koto Baliak , Koto Lokuang , Koto Boncah, Koto Ambacang Kunyik, dan Koto Pauh Sangik). Kedua belas koto ini membentuk Nagari dengan cukup kelengkapannya : babalai, bamusajik, balabuah, bapandam bapakuburan dan batapian tampek mandi nagari ini diberi nama oleh Dt.Patiah Baringek Nan Bajambek Nagari Kubang Ruek diambil dari batang Kubang yang roboh. Dan sejak kemerdekaan nama Nagari ini hanya ditulis dengan Nagari Kubang
Rombongan yang yang dipimpin oleh Datuak Rajo Mangkuto nan Lujua dan Dt. Mangkuto Nan Panjang Lidah ,sesampainya disebuah guguak (bukit kecil) hari telah malam sebagian anggota rombongan mengatakan “ siko ajo eh” kemudian tempat tersebut diberi nama “guguak sijoeh” asal kata sijoeh adalah “siko ajo eh “. Pada keesokan paginya rombongan melihat kedepan ada pula bukit yang rendah dan dinamakanlah bukit tersebut dengan “guguak randah” dan disebalah kanannya yang agak tinggi dinamakan dengan “Guguak “ kemudian tempat bermalam tersebut dinamakan “ guguak sijoeh “sampai sekarang guguak tersebut masih ada.
Rombongan memecah menjadi 8 rombongan, menyebar, dan kemudian mereka mendirikan VIII Koto, dengan mempunyai ulayat sebagai berikut : sajak dari gontiang baruah kubang,sampai aie batopuak, saliran batang pinamang, salingka banda boncah, salingkuang batang pilola, salapan koto didalamnya, ampek koto diateh, tigo koto di baruah , ciek koto ketinggian, mana yang disebut koto nan ampek diateh : Balai Mansiro jo Kubang Batungkek,Balai Tolang jo Pincuran Botuang dan tigo koto dibaruah : Guguak, Tiaka, Kuranji dan satu koto ketingian. Dan dari perkembangan 8 rombongan membuat taratak , dusun menjadi koto dan akhirnya menjadi nagari maka mereka memberi nama nagari ini dengan Guguak VIII Koto.
Rombongan yang dipimpin Datuak Bandaro nan Hitam , sesampainya rombongan disuatu wilayah yang mempunyai talago (mata air) yang disekelilingnya ditumbuhi dengan “botuang’ (bambu) maka disebut wilayah ini dengan “talago” rombongan mula-mula membagun pemukiman awal yang disebut dengan taratak, dusun dan berkembang menjadi VII Koto dan akhirnya menjadi nagari VII Koto Talago ( Talago, Ampang Gadang, Padang Kandi, Padang Japang, Tanjuang Jati, Koto Kaciak dan Sipingai)
VII Koto Talago mempunyai pucuk adat nagari yang disebut juga dengan rajo adat adalah Dt.Bandaro nan Hitam di Talago Gantiang. Dan pucuk pimpinan adat dipegang oleh Dt.Paduko Tuan.
Setelah berkembang di Talago selanjutnya rombongan mengembangkan wilayah ke Koto Ampang Gadang yang dipimpin oleh Dt.Karaiang yang menguasai atas wilayah dan rimbo. Kekuasan Dt. Karaiang juga mengembangan koto yang diberi nama : Padang Kandi dan Padang Japang .
Perkembangan masyarakat juga membangun koto di Tanjung Jati dibawah pimpinan Dt.Bosa nan Elok dan kebesarannya dalam nagari atas pakaian.
Setelah penduduk berkembang juga dibangun Koto Kociak dibawah pimpinan Dt.Tan Marajo dengan kebesarannya dalam nagari atas arak iriang. Artinya apabila ada upacara adat maka Dt.Tan Marajo lah yang mengaturnya. Dan dikembangkan pula dengan kota baru diberinama Sipingai. Kekuasaan Dt.Tan Marajo meliputi Koto Kociak dan Sipingai.
Sementara untuk Nagari Sungai Talang berasal dari bahasa sanksekerta “Songo Tolan” yang berarti tanah pangkal/tanah asal. Ini peruntukan dari sekelompok orang yang selalu berpindahpindah dibawah pimpinan Dt. Mantharo.
Pada akhirnya mereka mendiami sebuah bukit yang bernama bukit rumah (pemukiman) dan bukik balo (padang pengembalaan) dan pemu-kimannya diberi nama “Sin Tolan” yang berarti hulu air. Disekitarnya banyak nama daerah yang awalnya Sin (air) seperti :Sintaok,Sintongah, Sindingin,Sinrondah. Kata Sin Tolan lama kelaman berubah menjadi Sungai Talang.
Kemudian dikembangkanlah pemukiman baru yang diberi nama Balubuih, bukit yang banyak pohon nunang pun didatarkan dan dinamakan daerah ini dengan bukit nunang, dan terakhir dibuka daerah yang diberinama Talao.
Pada zaman Belanda, Sungai Talang adalah bagian dari nagari Guguk VIII Koto, sehingga namanya empat Koto yaitu Sei Talang dan Guguak Nunang, Balubuih dan Galudan, maka yang menjadi Dt. Pucuaknya adalah Dt. Mantaro yang berfungsi sebagai Khadi/ memecahkan masalah di Sungai Talang sedangkan Dt. Adil kedudukannya di Kuranji VIII Koto.
Kemudian Nagari Simpang Sugiran yang pada awalnya masyarakat bermukim di lereng bukit yang dinamai Koto Tingga Lakuang, Koto Tingga Baliak, Ateh Supinang serta Ateh Talao.
Untuk kelengkapan nagari dibangun pada awalnya sebuah mesjid di Lakuang, dan balai adat di sawah liek. Pada tempat ini diadakan musyawarah untuk memberikan nama nagari. Saat itu muncul beberapa 3 nama seperti : Simpang Kubang,Simpang Sorai, Simpang Talao.
Namun pada musyawarah berikutnya diapungkan nama “Simpang Sugiran “. Nama Simpang Sugiran diambil dari suatu tempat yang banyak persimpangannya dan dilokasi itu banyak pohon kayu yang bertanda gisiran (geseran) dari binatang gunjo (landak) dan babi.
Guguak Dalam Barih Balabeh Luhak Limo Puluah
Kecamatan Guguak di dalam Barih Balabeh Luak Limopuluah adalah merupakan pusat pemerintahan dari ulayat Ranah .Wilayah Ranah adalah dari Sialang Balantak Basi, sampai ke Saut Sungai Rimbang, terus ke Jopang Manganti, Mungka Koto Tuo, Maek Muaro Takus, sampai ke Sialang Durian Tinggi. Hilirnya Ke Tambun Sarilamak sampai Ke Taram nan Tujuah dan Bukit Limbuku,hinga Paraku Anjiang Mudiak Yang selingkar Batang Sinamar, Selingkung Batang Lampasi. Dimana sekarang ini merupakan wilayah dari Kecamatan Guguak, Suliki, Bukit Barisan, Mungka,Payakumbuh, Harau, dan Kapur IX.
Dalam tambo Luak Limo Puluah Nagari Talogo disebut juga dengan “ Talago Gantiang” dimana di Talago Gantiang inilah yang merupakan tempat membuat keputusan adat di Ronah yang disebut dengan istilah “ gantiang itu putuih, biang itu cabiak “ jika sesuatu tidak selesai maka dibawa ke Balai Jariang di Aie Tabik. Hubungan dengan Aie Tabik adalah berkaitan dengan rajo nan balimo, yaitu :
1. Datuak Marajo Simagayua dari Pitapang Situjuah Banda Dalam adalah Rajo di Hulu
2. Datuak Rajo Indo nan Mamangun dari Aia Tabik adalah Rajo di Luhak
3. Datuak Paduko Marajo dari Sitanang Muaro Lakin adalah Rajo di Lareh
4. Datuak Bandaro nan Hitam dari Payobada Talago Gantiang adalah Rajo di Ranah
5. Datuak Permato Alam Nan Putiah dari Si Pisang Koto Nan Gadang adalah Rajo di Sandi
Yang menjadi Raja di Ranah bernama Dahan Daro gelar Dt. Bandaro Hitam berkedudukan di Talago Gantiang . Menurut Mitos sebab bernama Dahan Daro adalah karena ia lahir dan bertempat tingal di bawah kayu aro yang sangat besar. Dt. Bandaro Hitam ini kawin dengan seorang jin perempuan yang cantik jelita anak dari Indojati dan berputra bernama Si Jambi.
Si Jambi ini lahir bersamaan dengan sebilah pisau. Pisau tersebut berikut baju Si Jambi hanyut disaat mandi-mandi di Batang Sinamar. Kesaktian dari si Jambi adalah tidak mempan oleh benda tajam sehingga pada saat si Jambi telah cukup umurnya untuk bersunat tidak ada seorangpun ahli sunat di wilyah Ranah yang pisaunya mampu untuk menyunatkan si Jambi, sehingga menurut saran orang agar dapat mempergunakan pisau yang dibawa oleh si Jambi disaat ia lahir. Mengetahui Pisau tersebut telah hanyut maka Dt. Bandaro Hitam menyuruh rakyatnya untuk menyelami dan mencari pisau Si Jambi yang hanyut tersebut di dalam Batang Sinamar.
Berbagai cara dilakukan supaya pisau tersebut didapatkan, ada yang mempergunakan tangguak, menyerakkan jalo rambang dan jalo panjang tujuah, bermain pukek dengan mayang, menanam lukah dengan tingkalak , dan berkat kesungguhan maka ditemukanlah pisau si Jambi berikut bajunya oleh orang yang sedang melukah di bawah pinang nan sabatang, pinang nan tungga tidak berkawan , dekat durian di takuak rajo di hilia Lareh Sitanang Muaro Lakin di atas Koto Tujuah Sijunjuang. Tempat ditemukannya pisau itu kemudian bernama si Pisau Hanyuik.
Sewaktu upacara sunatan si Jambi ,di Ranah Talago Gantiang dipancang galangang rami. Seluruh utusan Luhak Limopuluah hadir dalam keramaian itu. Termasuk Rajo di Hulu dari Situjuah Banda Dalam Dt. Marajo Simagayur, Rajo di Luhak dari Aie Tabik Dt. Rajo Indo Nan Mamangun, Rajo di Lareh dari Sitanang Muaro Lakin Dt. Paduko Marajo,Rajo di Sandi dari Si Pisang Koto Nan Gadang Dt. Parmato Alam Nan Putiah, mereka datang dengan kebesaran adat ulayat masing-masing
Disebutkan dalam Ranah “ Tigo Buhua di Mudiak dan Tigo Jalua di Hilia” yang disebut Tiga Buhua di Mudiak adalah :
1. Dt. Bandaro Nan Hitam di Talago Gantiang dengan kebesarannya “ Gajah Dompak di Talago “
2. Dt. Rajo Mangkuto di Balai Talang Guguak VIII Koto dengan kebesarannya ” Cumati di Balai Talang “
3. Dt.Perpatiah Nan Baringek dengan kebesaranya “ Kitabullah di Kubang Ruek
Sedangkan yang disebut dengan Tiga Jalur di Hilia adalah:
1. Dt. Rajo Kendi di Mungka
2. Dt. Tumangguang di Taram nan Tujuah
3. Dt. Panghulu Basa di Bukit Limbuku
Itulah yang disebut dengan “ dindiang alam naraco adat, bapak camin taruih jatuh keranah, bapak dek anak nan baranam bernama anak timbangan “ .Sedangkan yang disebut dengan “anak yang baranam “ adalah :
1. Dt. Angku Soik sebagai “Pucuak Bungo Setangkai” di Taeh
2. Dt. Bandaro sebagai “ Rajo Adat “ di Simalanggang
3. Dt. Rajo Baguno sebagai “ Hulubalang” di Piobang
4. Dt. Dt. Banso Dirajo sebagai “ Imam” di Sungai Beringin
5. Dt. Sabatang sebagai “ Juru adat” di Gurun
6. Dt. Dt. Tan Naro sebagai “ Kadi” di Lubuak Batingkok
Guguak di Zaman Belanda
Di zaman Belanda , Guguak adalah salah satu kelarasan dari 13 Kelarasan di Luhak Limopuluah dengan empat Nagari yaitu : Guguak VIII Koto, VII Koto Talago, Kubang dan Sungai Talang dengan Tuanku Lareh terakhir bernama Nindiah Dt. Bagindo suku Sikumbang di Balai Talang.
Setelah Kelarasan dihapus pada bulan Nopember 1914. Maka Guguak dijadikan onderdistrik Guguak, distrik Suliki, onderafdeling Suliki,Afdeling Limopuluah Koto dengan asisten demang bernama Said Dt.Cumano di Dangung-dangung.
Guguak di Zaman Kemerdekaan
Sejak kemerdekaan wilayah Kecamatan Guguk terdiri dari 8 Nagari yaitu :Guguak VIII Koto, VII Koto Talago, Kubang, Sungai Talang, Mungka, Jopang Manganti, Talang Maur dan Simpang Kapuak. Berdasarkan Perda No.14 Tahun 2001 tangal 29 Oktober Kecamatan Guguak dipecah menjadi dua ,yaitu Kecamatan Guguak dan Mungka, nama-nama camat Guguak (yang ada pada catatan penulis) diantaranya adalah : Zanzibar, Aziz Haily.BA, Z.Dt.Parmato Budi, Anif Yusuf ,BA. Zainibar Ibrahim, BA, Hardi Zen,BA. Muzahar Abdullah,BA. Muhammad Nasir,BA. Drs. Syafruddin Darab(1988-1990), Drs. Darma Dodi (1990-1993),Drs.Yusuf Yatim (1993-1994), Mukhlis.M. BA (1994-1995), Drs.Irfan (1995-1997), Khairul,BA (1997-1999), Drs. Syofwan Rahmat Bendang (1999-2002), Jaswirianto SE (31 Januari 2002 -2004), Drs. Elfi Rahmi (2004-2006), Arwital.S.Sos (2006-2007). Herman Afmar,AP,MSi (2007-2010),Elsiwa Fajri S.STP (2010-2011), Drs.Ifon Satria Chan (2011-2013), Drs.Yushendri (2013-2016), Fidria Fala,AP,MSi (2016-2018),Wiradinata S.STP (2018- sekarang)
Potensi Wilayah
Kecamatan Guguak dengan topografnya yang datar berpotensi untuk dikembangkan Pertanian Tanaman Pangan dengan luas sawah 2.661 Ha dapat ditanami padi duakali setahun,lahan kering dan sawah tadah hujan sangat berpotensi untuk ditanami Jagung, dan Cabe . Kecamatan ini juga merupakan sentra Peternakan Ungas ( Ayam Ras, Buras dan Itik)
Di Bidang Pertambangan Galian C Kecamatan Guguak mempunyai potensi seperti Batuan Kuarsit yang dimanfaatkan sebagai bahan kontruksi terdapat di Nagari Sungai Talang dan Kubang. Potensi bahan Galian C Sabastone yang merupakan batuan hasil lapukan granit yang banyak mengandung kuarsa dan feldsfar yang berguna untuk pembuatan keramik setelah dicampur dengan bahan lain seperti pasir kuarsa dan lempung terdapat banyak terdapat di Bukit Apik Sungai Talang. Bahan Galian C dari jenis Sirtukil (pasir, batu dan kerekil) juga terdapat di Sungai Talang Timur.
Situs Kebudayaan Di Nagari Guguak VIII Koto ada 2 buah yaitu ; Batu Menhir dan Batu Mejan, Nagari Kubang mempunyai Batu Susu dan Batu Mejan, Nagari VII Koto Talago mempunyai satu buah Batu Menhir, dan Nagari Sungai Talang ada 6 buah yakni Lasuang Batu dan Batu Mejan *
Pasar di Kecamatan Guguak ada tiga pasar Tipe A dan tipe B ada 1 buah. Nagari yang mempunyai pasar adalah Kubang dengan Pakan Rabaa Kubang yang jatuh pada hari Rabu dan Pakan Rabaa Taratak juga hari rabu,Diguguak VIII Koto Pasar Daguang-daguang pada hari Sabtu dan Rabu, dan pada Nagari VII Koto Talago ada Pasa Simpang Bakia pada Hari Senin, dan Pasa Tasapik juga hari Senin.
Saiful Guci, Pulutan 25 April 2020